Inspirasi dari buku How to Lie with Statistics yang ditulis oleh Darrell Huff mengingatkan kita bahwa meskipun angka-angka terlihat netral, mereka dapat diputarbalikkan untuk tujuan yang menyesatkan. Dalam konteks pemerintahan, penyalahgunaan statistik sering dilakukan untuk membentuk opini publik, mendukung kebijakan tertentu, atau menutupi kegagalan. Melalui cara-cara seperti memilih data secara bias, menampilkan visual yang salah kaprah, atau mengubah definisi, pemerintah dapat “mengemas” informasi sesuai dengan kepentingan mereka.

Salah satu metode yang sering digunakan adalah cherry-picking, yaitu memilih informasi yang memperkuat cerita resmi sambil mengabaikan data yang tidak sesuai. Contohnya, sebuah negara bisa mengumumkan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi hanya menekankan pada bidang tertentu dan mengabaikan ketidakmerataan wilayah atau meningkatnya angka pengangguran. Informasi yang dipilih ini sering kali ditampilkan dalam bentuk grafik dengan skala yang diatur sedemikian rupa, seperti pemotongan sumbu untuk memperbesar perubahan kecil, sehingga menciptakan kesan kemajuan yang terlalu berlebihan.

Penggunaan rata-rata sering kali menyesatkan. Sebuah pemerintah dapat menyatakan bahwa pendapatan per individu meningkat, namun jika kekayaan terakumulasi pada sekelompok kecil orang kaya, angka rata-rata tersebut tidak mencerminkan kondisi mayoritas rakyat. Huff mengungkapkan bahwa rata-rata dapat menyembunyikan ketidakmerataan distribusi, dan banyak negara sering memanfaatkan hal ini untuk menutupi ketimpangan sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, laporan tentang kemiskinan mungkin menggunakan definisi “kemiskinan” yang terbatas untuk mengurangi angka resmi, padahal banyak rakyat masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Negara juga dapat mengubah statistik melalui survei yang tidak objektif. Dengan menyusun pertanyaan yang mempengaruhi atau memilih populasi yang tidak mencerminkan secara akurat, hasil survei bisa diubah untuk mendukung kebijakan tertentu. Misalnya, survei tentang kepuasan masyarakat terhadap pemerintah mungkin hanya dilaksanakan di wilayah yang mendukung pemerintah, sehingga hasilnya terlihat baik. Huff mengingatkan bahwa sampel yang tidak acak atau berukuran kecil sering menghasilkan kesimpulan yang salah kaprah, tetapi tetap digunakan untuk memberi legitimasi politik.

Visualisasi data juga menjadi salah satu alat yang banyak digunakan untuk manipulasi. Grafik yang berwarna cerah atau diagram tiga dimensi sering kali digunakan untuk menarik minat, namun bisa mengubah proporsi yang sebenarnya. Contohnya, laporan mengenai anggaran negara bisa saja menunjukkan diagram lingkaran yang melebih-lebihkan dana yang dialokasikan untuk pendidikan, padahal sebagian besar anggaran itu sebenarnya digunakan untuk birokrasi, bukan untuk pembangunan sekolah. Metode ini, seperti yang dijelaskan oleh Huff, memanfaatkan kurangnya pemahaman masyarakat akan rincian statistik.

Namun, masyarakat tidak sepenuhnya tanpa kuasa. Dengan mempelajari prinsip-prinsip yang terdapat dalam How to Lie with Statistics, kita dapat lebih jeli melihat data yang disajikan oleh pemerintah. Cobalah untuk mempertanyakan asal usul data, periksa definisi yang diterapkan, dan perhatikan konteks yang mungkin diabaikan. Statistik bukanlah kebohongan, tetapi cara penyajiannya bisa menyesatkan. Dengan kemampuan literasi data yang baik, kita dapat meminta keterbukaan dan tanggung jawab dari pemerintah, memastikan bahwa kebenaran tidak terpendam di balik angka-angka yang telah “dimodifikasi”.

Leave a Comment